Jawaban

Suatu malam, bertahun-tahun yang lalu, barangkali sepuluh, saya bermimpi didatangi sebuah makhluk besar berjubah. Entah apa, saya nggak ingat. Yang paling saya ingat adalah pernyataannya:

"Baik, kami bisa saja mengabulkan permintaanmu, Putti. Tukarkan satu saja dari kebisaanmu yang paling kaucintai. Sebagai gantinya, akan datang padamu sesuatu yang kauminta tadi, yang memang lebih kaubutuhkan dalam hidupmu."

Saya takut. Diam. Dan memilih nggak mau menukarkan apapun dari kebisaanku, barang satupun.

Semalam, makhluk itu datang lagi. Ia bertanya:

"Masih belum mau kautukarkan?"

Saya pun ketakutan lagi lalu terbangun tanpa sempat menjawab, padahal hari belum datang pagi. Oh ya saya ingat, semalam adalah Malam Jumat. Pantas tubuh saya agak merinding. Setelah itu saya coba mengabaikan si makhluk tadi dan tertidur lagi dengan perasaan gelisah. Ketika pagi datang, matahari sudah terlalu siang untuk masuk ke sela-sela jendela rumah. Saya terbangun dan mandi tergesa-gesa lalu bergegas pergi ke kantor. Sepanjang perjalanan saya merasa terlalu banyak hal memperlambat perjalanan saya. Angkot-angkot yang berhenti sembarangan. Mobil-mobil dengan pengemudi yang lamban dan bodoh. Saya kesal karena ada yang mesti saya kejar hari ini.

Sampai di kantor saya baru ingat ada barang tertinggal di rumah, lalu sambil mengumpat dalam hati saya balik lagi. Di perjalanan kembali ke kantor, kejadian berulang sama persis. Semua hal memperlambat perjalanan saya.

Saya mulai marah sambil berkali-kali memijit klakson. Saya nggak suka dengan keadaan ini. Saya maunya begini. Saya maunya begitu. Saya maunya begini. Saya maunya begitu. Tapi kenapa begini. Kenapa begitu. Saya bilang begitu, berulang-ulang. Di tengah-tengah ketergesa-gesaan, mendadak (ya, saya merasa ini mendadak, tapi entah kalau sebenarnya kejadiannya ternyata nggak mendadak juga) seorang tukang parkir mencoba menghentikan mobil saya. Saya pijit klakson dan ngotot nggak mau berhenti tapi tukang parkir itu nggak punya pilihan: apakah tetap menghentikan laju mobil saya atau mundur agak ke bahu jalan sedikit karena melihat saya ngotot maju (sekali lagi, karena saya merasa tukang parkir itu mendadak muncul tiba-tiba.......). Tukang parkir mencoba mundur sedikit tapi ada beberapa motor yang juga melaju kencang dan nggak bisa begitu saja menghentikan motornya sebab mereka bisa saja terjatuh. Di tengah kekalutan saya pijit klakson bersamaan dengan menginjak rem. Saya dan tukang parkir itu sama-sama kaget. Saya hampir berteriak, mulut sudah terbuka lebar-lebar untuk mengumpat, sedetik kemudian saya melihat tukang parkir itu mengangguk (matanya tersenyum menatap saya seperti bilang, "Nuhun, Teh, udah berhenti,") lalu membantu menyeberangkan beberapa anak-anak TK.

Saya masih kaget. Barangkali malah pucat pasi. Anak-anak TK itu tertawa riang berjalan melintasi jalan, tepat di muka saya. Lalu entah dalam kondisi apa, saya lupa, sesuatu hal memberi tahu saya kebisaan apa yang paling saya cintai dalam hidup saya.

Ego.

~"

Postingan populer dari blog ini

Nirvana In Fire 2: The Wind Blows In Changlin (2017)

Misteri Arak Cina

Perempuan-Perempuan Proyek (Dari Sebuah Catatan Panjang, Bagian 3)