Reply 1988 (2015): Selamat Tinggal, Masa Muda

Reply (Answer Me) 1988 (2015)

Jika kamu... 1. belum pernah nonton drama seri Korea, tapi kamu penasaran untuk mencoba; 2. kurang suka tema yang berpusar pada roman percintaan, plot yang serba kebetulan, konflik si jahat, si kaya, si cantik, atau cerita yang terlalu mengada-ada. Terlebih lagi, jika kamu... 3. melewati masa mudamu di akhir tahun 80an hingga awal 90an, di sebuah negara berkembang, di mana kamu merasa sungguh keren karena bisa nyanyi lagu "nothing's gonna change my love for you..." meski cuma hafal pas bait itu doang; 4. dibesarkan di kelas sosial menengah-agak-ke-bawah-sedikit dengan ikatan keluarga yang kuat, tinggal di lingkungan yang dekat satu sama lain, pernah naksir tetangga, dan terutama kamu punya teman-teman sebaya yang selalu bersama setiap hari sepulang sekolah.
Kamu boleh mencoba nonton Reply (Answer Me) 1988. Mengisahkan 5 keluarga yang tinggal bertetangga di salah satu gang di wilayah Ssangmun-Dong, Distrik Dobong, Seoul Utara. Drama seri bergenre slice of life ini bercerita tentang uniknya hubungan antar (anggota) keluarga, hangatnya kehidupan bertetangga, serta manisnya persahabatan yang tumbuh dari masa kanak-kanak, remaja, hingga dewasa. Bangsa Korea bahkan punya frasa khusus untuk menggambarkan ikatan itu: bul-al chingu (testicle friends). Teman yang tetap bersama sejak masa kanak-kanak. Tak ada konflik yang rumit. Pun, tak ada pemain yang benar-benar difokuskan sebagai pemeran utama sebab porsi adegan para karakternya dibuat imbang tanpa tumpang tindih sehingga penonton dapat menangkap inti pesan yang disampaikan: bahwa setiap orang adalah istimewa dalam keterbatasannya masing-masing. Berlatar kehidupan di Korea pada jaman itu: hingar bingar Olimpiade Musim Panas Seoul 1988 dan kegandrungan rakyat Korea pada hal-hal berbau “barat”: sepatu Nike dan Spaghetti yang mereka sebut Mie Amerika. Juga, ada hal lain yang menarik, melihat Seoul yang digambarkan di jaman itu sangat biasa, tak berbeda dengan Jakarta, lalu siapa yang menyangka bahwa kelak—jauh setelah tahun 1988 itu berlalu—Korea melesat menjadi sebuah negara maju: episentrum teknologi dunia meninggalkan negara-negara Asia lainnya termasuk (tentu saja) Indonesia. Secara sinematografi, sejumlah adegan dibuat dengan mengandalkan teknik bloking: penempatan para pemeran pada titik-titik tertentu untuk menghasilkan komposisi yang artistik dalam satu bingkai (contoh film yang berhasil memanfaatkan teknik ini adalah Parasite (2019)). Dikombinasikan dengan pergerakan kamera secara horisontal dan vertikal khususnya untuk adegan-adegan tanpa dialog, membuat penonton merasakan betapa magisnya masa lalu. Dengan alur maju-mundur dan pemaparan cerita yang detil, drama seri ini disisipi oleh banyak sekali pesan moral yang uniknya, penonton tak merasa sedang digurui. Perasaan campur aduklah yang justru tertinggal setiap kali menamatkan satu episode. Maka tak heran, drama seri ini berhasil meraih penghargaan Penyutradaraan Terbaik dalam Baeksang Awards 2016 (sekelas Piala Citra, di negaranya). Ia juga meraih berbagai nominasi dalam penghargaan yang sama untuk kategori lainnya. Tahun 2020, drama seri ini kembali viral selama masa pandemi hingga tayang di Netflix dan mendapat pujian luar biasa dari pegiat film tanah air seperti Dian Sastro dan Nicholas Saputra. * * * Awalnya aku cuma menemani kakak melewati seluruh sesi kemoterapinya di sepanjang masa pandemi. Dia—seperti juga aku—belum pernah nonton drama seri Korea, dan enggan memulai. Tapi kemudian dia bilang, kamu harus nonton yang ini. Kenapa, kutanya. Dia jawab sambil tergelak, ada adegan kayak kita dulu: kakak-adek berantem rebutan baju. Mereka juga suka banget main monopoli, kayak kita dulu. Dia bilang lagi, ternyata remaja Korea di jaman itu sama ya kayak di sini: suka kirim kartu pos ke radio, berharap lagu yang kita minta diputar. Dan dia bilang lagi, nonton drama ini bahkan bikin kita rindu pada masa muda orangtua kita, sudut-sudut rumah kita, dinding-dinding kamar kita, dan wajah-wajah tetangga kita, waktu kita masih kecil dulu... Hingga kemudian aku menemukan diriku terjebak dalam kenangan masa muda di mana saat itu kami belum mengenal internet apalagi smartphone tapi kami tak pernah merasa bosan, sebab menulis buku harian adalah sebuah kebahagiaan tersendiri, lalu bermain bersama teman-teman dan bertingkah konyol adalah hal yang sangat menyenangkan dan kau tak perlu merasa bersalah. Kau hanya perlu mengucapkan salam perpisahan yang baik pada masa mudamu, sebab ia takkan datang lagi, sekalipun kau merindukannya dan kau terus memanggilnya kembali. * * * "Kuucapkan salamku yang terlambat, pada waktu yang tak bisa kukembalikan. Selamat tinggal, masa muda. Selamat tinggal, Ssangmun-dong. Apa kau mendengarku? Jika kau mendengarku, jawablah. Jawab aku, tahun 1988-ku." —Sung Duk-seon (E20). RP 28 Agustus 2020 My 2 billion cents over #Reply1988 #AnswerMe1988

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Klotok Boat Drag Race

Misteri Arak Cina

Nirvana In Fire (2015)