Menikah

Suatu hari saya ditanya oleh seorang teman yang nggak begitu percaya pada lembaga pernikahan. Katanya, Put, gue pengen tau apa sih tujuan lo menikah?

Errr.......

Teman saya tadi bertanya memang dalam rangka survey pribadi yang sifatnya nggak resmi, katanya: sekadar bertanya pada orang-orang di sekitar mengenai apa tujuan pernikahan.

Dia melanjutkan. Gak perlu lo jawab sekarang, Put. Nanti gue kasih argumen kenapa gue ogah menikah. Bukan karena gue nggak percaya cinta dan other bullshits.

Baiklah, jawab saya.

Beberapa hari kemudian dia memenuhi janjinya, menunjukkan pada saya secarik buku nikah milik orang lain yang dikeluarkan oleh KUA.

Nih lo baca, katanya.

Saya pun membaca pelan-pelan dan berulang-ulang supaya bisa paham apa maksud dia.

Jelas 'kan? Betapa kedudukan perempuan dalam lembaga pernikahan kita begitu lemahnya? Bahwa kewajiban suami ditekankan pada menggauli istrinya dan bukan pada mencintai dan menghormati istrinya. Sempit sekali pemikirannya. Menikah cuma seputar selangkangan! Gue malas menikah karena keterbelengguan posisi istri dalam lembaga pernikahan. Karena nggak ada penekanan pada penghargaan atas cinta, penghormatan pada seorang istri, dan kesetiaan. Mestinya orang-orang lebih peduli pada hal ini dan mengubah redaksi dalam buku nikah. Buku nikah ini mesti diganti. Mindset orang-orang kita mesti diubah. Jangan mau hanya menerima dan menelan dogma mentah-mentah. Kita mesti berjuang untuk ini. Demi kesetaraan perempuan. Bla bla bla bla bla...

Kira-kira begitulah intinya.

Dia seperti sedang berpidato di depan ratusan massa. Padahal massanya cuma satu. Saya. Di akhir orasinya dia pun menagih jawaban saya tentang alasan kenapa saya ingin menikah.

Jujur, saya agak pening sebenarnya setelah mendengar penjelasan dia yang panjang lebar. Bukan, bukan karena saya nggak setuju. Saya hanya berpikir, andai redaksi yang terdapat pada buku nikah kita diperbaiki, apakah akan membuat seorang suami menjadi lebih baik: hanya mencintai (satu-satunya) istrinya seumur hidupnya?

Tapi, nggak. Lagi nggak niat berdebat soal itu. Lalu saya jawab ini: Aku ingin nikah karena aku sayang banget sama orangtuaku.

Dia kaget. Hah? Apa hubungannya? Dahinya mengernyit. Jadi lo nikah karena kewajiban lo sebagai anak untuk membahagiakan orangtua? Bukan karena keinginan lo melegalkan hubungan cinta lo dengan pacar lo, begitu? Apa kabar dengan keinginan lo sendiri kalo cara berpikir lo seperti itu?

Saya jawab lagi. Bukan. Bukan begitu.

Aku ingin nikah karena aku ingin punya anak. Setidaknya, mencoba punya anak dari rahimku sendiri. Apa yang aku yakini adalah anak semestinya hadir dari sebuah struktur masyarakat yang paling sederhana yaitu keluarga. Keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Ayah dan ibu yang terikat dalam pernikahan yang sah.

Betul ada pengecualian, misalnya menjadi single parent, atau mengasuh anak terlantar. Keduanya adalah pengecualian. Dan buat aku, kedua pengecualian tersebut adalah akibat dari tujuan yang nggak tercapai.

Dia mencoba menganalisa jawaban saya. Katanya lagi, gue masih belum nemu apa hubungannya penjelasan lo dengan jawaban lo yang tadi: lo ingin nikah karena lo sayang sama orangtua lo.

Oke, kata saya. Lalu saya bertanya padanya, kamu sayang nggak sama orangtua kamu? Dia mengangguk.

Saya melanjutkan. Kalo mereka sakit atau sedang dirundung masalah yang berat banget, sering nggak kamu berpikir untuk bertukar posisi: lebih baik kamu yang sakit, atau kamu bahkan rela berdarah untuk membantu orangtuamu mengatasi masalah mereka? Lalu membayar berapapun supaya bikin orangtuamu bahagia?

Dia mengangguk lagi.

Saya bertanya lagi. Ada nggak di dunia ini orang yang kamu cintai sebegitu tulus selain orangtuamu? Dia menggeleng.

Oke, kata saya. Mestinya sih kamu paham maksud aku. Dia diam.

Saya melanjutkan. Aku ingin nikah karena aku ingin punya anak. Setidaknya, mencoba punya anak dari rahimku sendiri. Aku ingin nikah karena ingin merasakan dicintai oleh anakku, sebagaimana aku mencintai kedua orangtuaku. Sebagaimana kamu juga mencintai kedua orangtuamu. Seperti itu.

Paham?

Dia diam.

~"

Postingan populer dari blog ini

Klotok Boat Drag Race

Misteri Arak Cina

Nirvana In Fire (2015)