Mantan Juara Minum Susu

Waktu kecil dulu, setiap pagi dan sore di rumah kami selalu disediakan segelas susu murni oleh Ibu yang dibelinya dari pedagang susu yang lewat di depan rumah kami. Di saat-saat tertentu, biasanya setiap akhir pekan, saya dan kakak berlomba menghabiskan susu tersebut, lalu siapa yang selesai duluan akan teriak dengan girang: "Ibu, aku juara minum susu!"

Ibu sih seperti biasa, sikapnya cuek dan dingin, nggak terlalu mikirin siapa di antara anaknya yang selalu juara minum susu. Tapi bagi kami dulu hal itu seperti sebuah pertarungan harga diri. Di rumah. Dan penonton setianya adalah adik-adik kami yang masih telalu kecil untuk ikut bertarung ^^.

(Tradisi minum susu sore hari di keluarga kami ini seringkali dijadikan bahan becandaan oleh teman-teman sebaya di sekitar rumah. Kata mereka: "Putti jangan lupa ya minum susu sorenya...")

Susu murni itu selalu disajikan panas oleh Ibu. Setelah dituang di gelas, di atas susu murni panas itu kemudian akan muncul semacam lapisan yang tipis dan kental, serupa kulit berwarna putih. Jika diaduk, lapisan itu akan larut bersama susu yang masih panas.

Kami sengaja tidak mengaduk lapisan susu tadi, tapi bermain-main dulu dengannya. Seringnya sih ditempel di atas bibir lalu menyisakan sebaris warna putih menyerupai kumis dan kami bisa terpingkal-pingkal menertawakan bentuk kumis masing-masing ^^.

Perlombaan minum susu itu selalu dimenangkan oleh kakak. Terbukti hingga kini (tidak seperti saya...) badannya cukup subur ^^. Suatu hari, karena saking inginnya saya mengalahkan kakak, saya sengaja tidak makan dan tidak minum apa-apa sebelum acara perlombaan minum susu. Setelah kami menunggu susu layak untuk diminum cepat-cepat, saya mencuri start sepersekian detik, lalu segera menghabiskan segelas susu tanpa jeda. Tanpa nafas. Glek glek glek glek glek glek glek.

Saya menang dan teriak: "Ibu, aku juara minum susu!"

Lalu muntah sekian detik kemudian.

Susu yang saya minum dengan selekas-lekasnya tadi keluar lagi semuanya, membasahi baju, taplak meja, dan berceceran di lantai ruang makan. Tanpa ampun. Bukan hanya itu. Seluruh isi perut sayapun ikut keluar bersamaan dengan si susu tadi. Karena saya tidak makan siang, otomatis perut saya isinya jadi kosong sama sekali dan nyerinya bukan main. Lalu adegan berikutnya bisa ditebak apa yang terjadi.

* * *

Saya nggak ingat kapan persisnya kami menghentikan perlombaan minum susu itu. Barangkali sejak Ibu marah besar gara-gara saya. Bisa jadi.

Tapi semua kejadian itu nggak bikin saya jadi membenci susu. Saya tetap menyukai susu murni. Disajikan panas dan tanpa gula. Dan mulai beberapa tahun belakangan, saya kembali rajin minum susu sekalipun saya tahu itu tidak akan menambah tinggi badan saya karena sudah terlalu terlambat ^^.

Seperti hari ini, di kantor.

Kegiatan minum susu murni panas di sore hari kini menjadi kebiasaan saya dan beberapa teman-teman kantor.

Dan hari ini pula, 11 tahun sudah Ibu meninggalkan kami semua. Begitu banyak kejadian-kejadian di masa lalu yang selalu saya kenang. Kadang hanya tentang segelas susu murni panas saja bisa membuat saya termenung begitu lama.

Ibu, aku rindu Ibu. Sangat :')

Bandung, 28 November 2012.

Postingan populer dari blog ini

Klotok Boat Drag Race

Misteri Arak Cina

Nirvana In Fire (2015)