Mengalah Pada Apa?

Setiap hari kerja menuju kantor, saya melewati jalan yang cukup ramai karena ada pasar di dekat situ yang kebetulan bersebelahan dengan persimpangan. Sebagai pengendara dan pengguna jalan yang (selalu berusaha untuk) patuh, saya nyetir cukup hati-hati mengingat ramainya kondisi jalan dan berhenti saat lampu merah sekalipun kadang saya ingin protes karena sangat nggak berimbangnya waktu antara lampu hijau dan lampu merah, jadi seringkali saya mesti menunggu lama hingga giliran lampu hijau berikutnya.

Kalau waktu ke kantor sudah sangat mepet, saya biasanya tancap gas, yang penting tetap hati-hati dan lampu masih hijau jadi saya nggak melanggar lalu lintas. Tancap gas versi saya ini jelas bukan tancap gas untuk kebut-kebutan yang nggak tahu diri. Saya masih menghargai ramainya aktivitas di sekitar pasar. Saya cuma ingin memanfaatkan pendeknya waktu selama lampu hijau yang saya yakin dirasakan oleh setiap pengendara mobil lainnya.

Tapi.......... keinginan tancap gas itu selalu terhalang oleh (mayoritas) ibu-ibu yang sering banget (banget!) nyeberang nggak pada tempatnya dan nggak pada waktunya (dan kadang anak-anak kecil mereka dibiarkan berkeliaran di pinggir jalan raya) padahal jelas-jelas terdapat trotoar dan zebra cross yang artinya: tempat dan waktu untuk menyeberang itu disediakan dalam hitungan menit yang leluasa karena lampu merah yang selama itu bisa digunakan dengan baik dan benar ketimbang saya, pengguna mobil yang mesti mengalah pada keadaan: lampu hijau yang hanya sekian detik ditambah rumitnya kondisi jalanan.

Pernah saya coba klakson karena sudah kelewatan. Hasilnya? Saya yang kena omel, dikatain arogan lah, ini lah, itu lah.

Siapa yang nggak menghargai siapa? Lalu kalau saya mengalah, mengalah pada apa?

* * *

Setahu saya, aturan mengenai bekibolang (belok kiri boleh langsung) pada persimpangan berlampu merah hanya berlaku jika memang terdapat rambu yang dimaksud (bertanda "belok kiri boleh langsung"). Selebihnya, ya silakan menunggu lampu hijau. Aturan ini masih berlaku berdasarkan Undang-undang Lalu Lintas No. 22 Tahun 2009, Pasal 114, yaitu: "Pada persimpangan Jalan yang dilengkapi Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, Pengemudi Kendaraan dilarang langsung berbelok kiri, kecuali ditentukan lain oleh Rambu Lalu Lintas atau Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas."

Tapi apa yang terjadi?

Setiap kali saya berhenti di belokan yang memang nggak ada rambu yang dimaksud, saya seringkali kena omel, mulai dari klakson yang bertubi-tubi sampai diteriaki "bloon" oleh orang-orang yang seringnya adalah pengendara motor dan angkutan umum. Kalau lagi cuek, saya diam aja. Kalau kondisi lagi emosi, saya pengen banget lempar mereka dengan batu (sayangnya saya bukan tukang batu yang biasa bawa-bawa batu kemana-mana).

Siapa yang nggak menghargai siapa? Lalu kalau saya mengalah, mengalah pada apa?

* * *

Ya, itu cuma contoh kecil. Sepele. Dan pertanyaan saya pun sepele: apa yang akan kita alami besok kalau hari ini di sekeliling kita lebih banyak orang yang enggan mengikuti hal-hal yang telah diatur untuk kebaikan bersama?

~"

Postingan populer dari blog ini

Klotok Boat Drag Race

Misteri Arak Cina

Nirvana In Fire (2015)