Sebuah Pesan Kecil Dari Semesta

Setiap adzan Maghrib tiba seperti biasa saya ke luar ruangan kerja membiarkan kepala yang rumit seharian menghirup udara segar sambil mengamati pergantian waktu menjelang petang. Biasanya saya sekalian mencari Mas Hurdi, office boy di kantor, sekadar bertanya menu makan malam apa yang disajikan (ya, di kantor kami memang disediakan makan parasmanan 3 kali sehari).

Petang tadi pun sama. Beberapa saat setelah adzan berkumandang, saya melihat Mas Hurdi sedang asik melahap sepiring nasi penuh dengan lauknya sambil duduk di selasar parkiran motor di belakang kantor dan nggak ngeh dengan kehadiran saya yang kagum memperhatikan. Sadar diamati, Mas Hurdi terkejut. Katanya dalam logat Jawa yang khas: "Maaf, Bu. Hari ini kelaperan banget." Saya bilang, "Loh nggak usah minta maaf. Puasa?" Mas Hurdi mengangguk. Saya tanya lagi, "Oh. Lagi bayar utang puasa ya?" Mas Hurdi tersipu sambil menggeleng lalu berucap perlahan, "Nggak, Bu. Sunnah aja..."

Ah.

Saya menggigit bibir dan terdiam cukup lama.

Lalu kembali ke ruangan kerja dengan perasaan gundah.

Semesta ini kadang menyadarkan kita dengan cara yang unik. Dulu sewaktu almarhumah Ibu masih ada, kami anak-anak perempuannya selalu diingatkan supaya nggak lupa membayar utang puasa. Petang ini, sepuluh tahun sejak kepergian Ibu, saya teringat kembali pesan itu melalui kejadian kecil tadi. Kenapa saya yang sangat punya banyak kesempatan untuk membayar utang puasa yang memang wajib tapi kadang masih juga melewatkan tanpa alasan? Kalau yang wajib saja terlewatkan, bagaimana yang sunnah?

Bukankah Tuhan telah begitu baik mengirimkan orang-orang seperti Mas Hurdi di sekitar saya supaya bisa bercermin tanpa dipermalukan oleh siapapun?

:')

Postingan populer dari blog ini

Klotok Boat Drag Race

Misteri Arak Cina

Nirvana In Fire (2015)