Tentang Sebuah Lukisan (2)


Lanjutan dari tulisan sebelumnya:
Pada Sebuah Malam

Bagian 15~ 

Di suatu hari yang sudah agak lama dari hari ini, saya membawa pulang sebuah lukisan lalu memajangnya di ruang tamu kecil di rumah mungil saya. 

Setiap ada kesempatan, misalnya sesekali sehabis pulang kantor, saya berdiam diri beberapa saat untuk memandanginya. 
Lukisan itu. 

* * * 

Pagi itu hari Minggu tanggal 8 September. Saya baru saja pulang menginap di rumah seorang sahabat, Hetty, bersama seorang sahabat lain: Lina. 

Karena semalaman bergadang hingga hampir dini hari, pagi itu saya masih mengantuk ketika membaca pesan dari Lina: "Jangan lupa nanti siang ketemuan sama teman-teman SMA." 

Saya nggak menjawab "oke" atau bahkan "duh, kayaknya nggak bisa datang" tapi saya malah menjawab ini: "Tau nggak, barusan aku sampe di rumah baru nyadar, ternyata selama ini aku nggak punya meja makan." 

Hetty: "Hah?" 

Saya: "Iya! Aku baru nyadar setelah sekian menit tadi memandangi lukisan di ruang tamu. Itu emang kebiasaanku setahun belakangan. Lalu aku haus, lalu ke dapur ngambil cangkir, lalu nyeduh kopi, lalu duduk sambil menyesap kopi yang masih panas ini, lalu ngelamun, lalu bertanya sama diri sendiri: kenapa aku selama ini nggak punya meja makan ya?" 

Lina: "Meja makan kan tinggal beli! Kamu ini emang Laila banget. Dari dulu!" 

Lalu saya terdiam lagi. 

* * * 









Laila selalu jatuh cinta pada lukisan, bukan meja makan." 


Fly Me To The Moon karya Tubagus Aradea.
Versi malam dari lukisan yang ada di ruang tamu saya. 
* * *

Bagian 16~ 

Postingan populer dari blog ini

Nirvana In Fire 2: The Wind Blows In Changlin (2017)

Misteri Arak Cina

Perempuan-Perempuan Proyek (Dari Sebuah Catatan Panjang, Bagian 3)